Sang Pemakan Monster
Pada suatu ketika ada seorang alim, sebut saja namanya Fulan, mengembara ingin mengamalkan dan menyebarkan ilmu keapada masyarakat luas. Dia kemudian menemukan negeri yang rakyatnya masih bodoh, miskin dan penuh takhayul. Dia berjanji pada diri sendiri untuk membantu masyarakat ini keluar dari kejahiliahan.
hari demi hari Fulan ini mengajak kepada kebenaran, mengajak orang-orang keluar dari kebodohan dan kemiskinan, namun orang-orang, mungkin saking sudah terlalu bebal, tidak mempedulikan sama sekali. Orang-orang malah menilai dia sebagai ‘tidak waras’ karena dinilai berbeda dari orang umum. Fulan frustasi dan hampir putus asa.
Suatu ketika seseorang menemukan ada tumbuhan aneh di pinggir jalan. Pohon ini belum pernah mereka lihat sebelumnya. Orang-orang heboh dan berbondong-bondong melihat. Karena dianggap keramat, pohon itu dipagari dan tak seorangpun berani mengutak-atik karena takut dengan tuah dan kutukannya. Fulan yang mengetahui bahwa pohon itu adalah pohon semangka biasa berpikir bahwa mungkin inilah saatnya membuat melek penduduk.
“Tidak usah takut atau dilebih-lebihkan, ini hanya pohon biasa, ini namanya pohon semangka,” kata Fulan.
Penduduk hanya manggut-manggut, tapi kepercayaan akan kekeramatan pohon itu tidak juga berubah sama sekali.
Fulan tambah pusing.
Pohon semangka itu kemudian berbuah, kecil. Penduduk tambah heboh. Semakin lama buah semangka semakin besar dan bentuk lonjong dan warna lorengnya makin jelas. Penduduk semakin gempar. Entah dari mana datangnya, ada kabar bahwa buah itu adalah telur monster yang akan semakin besar dan suatu saat menetas dan memakan seluruh penduduk. Orang-orang sangat takut tapi tak seorangpun berani menyentuh semangka itu. Mereka lalu meminta tolong Fulan.
“Ini hanya semangka! Tidak ada yang aneh!” katanya dengan nada jengkel.
Ia kemudian mengambil pisau, memotong buah itu. Penduduk terperangah.
“Lihat aku telah memotongnya,” kata Fulan.
Ia kemudian membelah semangka itu, terlihat warnah dagingnya merah. Penduduk histeris.
Makin histeris lagi ketika Fulan memakannya sampai habis!
Ia lalu dielu-elukan sebagai pahlawan.
Fulan berkata, “kubilang kalian harus keluar dari kebodohan macam ini.”
Ia berpikir penduduk akan terbuka pikirannya dengan kejadian itu.
Tapi ia salah besar.
Penduduk mengelu-elukannya sebagai pahlawan, bahkan sebagai orang suci yang menyelamatkan negeri itu, tapi tak seorang-pun mendengar dan memahami apa yang selalu dinasehatkannya.
Sampai Fulan meninggal, orang-orang membangun monumen di kuburannya sebagai tempat ziarah. Di Nisannya ditulis “Syaikh Fulan, Sang Pemakan Monster.”
Comments
Post a Comment