Kalau di rumah, saya biasanya tarawih hampir pasti selalu di masjid sebelah rumah. Di Jogja, saya tarawih di beberapa tempat yang berganti-ganti. Saya merasakan ternyata masing masing masjid memiliki ‘citarasa’ sendiri-sendiri. Ini bisa dirasakan dari tata cara ibadah, komunitas jamaah, penceramah dan tema ceramah, dsb. Masjid di kalangan NU misalnya, tentu berbeda dari kalangan Muhammadiyah, penceramah masjid yang ‘tradisional’ tentu berbeda dengan penceramah di masjid kampus begitupun jamaahnya. Tema ‘kultum’ pun ada yang ilmiah, serius atau sederhana dan penuh humor cair ( tentu humornya jauh dari lawakan-lawakan TV itu ). Di antara yang berbeda-beda ini saya merasakan aura yang juga berbeda-beda. Tapi bagi saya semua perbedaan itu adalah keindahan… Wallahu a’lam. Namun, bagaimanapun berbedanya kita, kita berharap Allah meridhai ikrar dan doa kita (seperti ayat Quran, Al-An’am 162, yang tertulis di atas mihrab masjid Kampus UGM *)) : “Inna sholati, wa nusuki, wa mahyaya, wa ma